Jumat, 01 Maret 2024

Electoral Justice System Dalam PEMILU 2024

Indonesia merupakan sebuah negara hukum yang berlandaskan pada Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) dan menganut bentuk pemerintahan yang demokratis. Dalam menjalankan sebuah pemerintahan dengan sistem demokrasi, maka setiap orang yang merupakan bagian dari Warga Negara Indonesia (“WNI”) diberikan hak dan kewenangan untuk memilih secara langsung wakil rakyat yang akan melaksanakan amanat hak politik rakyat demi kedaulatan masyarakat Indonesia. Dengan itu, Indonesia memberlakukan sistem pemilihan umum agar dapat terwujudnya proses demokrasi yang berkeadilan bagi setiap warga Indonesia. Namun,dalam proses pelaksanaan untuk mewujudkan tujuan inilah adanya tantangan yang harus dihadapi baik oleh peserta, penyelenggara, maupun pemilih dalam pemilu, karena sengketa dan pelanggaran rentan terjadi baik dalam proses pemilu (seperti konflik yang terjadi antar peserta), maupun juga perselisihan hasil pemilu. Oleh karena itu, diperlukan penerapan sistem keadilan pemilu yang lebih mendalam. Keadilan pemilu menjadi salah satu upaya yang harus dilakukan agar dapat menjunjung tinggi perhelatan demokrasi yang sesuai dengan tujuan utama seluruh warga negara Indonesia dengan sistem keadilan pemilu yang harus ditinjau secara berkala. Tidak jarang dijumpai berbagai problematika pada setiap penyelenggaraan Pemilu, namun problematika utama dari seluruh permasalahan dalam pemilu adalah berkaitan dengan keadilan. Keadilan pemilu menjadi suatu harapan yang ingin diwujudkan dalam setiap penyelenggaraan pemilu atau yang dewasa ini dikenal dengan electoral justice system. Electoral justice merupakan instrumen penting untuk menegakkan hukum dan menjamin sepenuhnya penerapan prinsip demokrasi melalui pelaksanaan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Electoral justice system diwujudkan untuk mencegah dan mengidentifikasi permasalahan pada pemilu, sekaligus sebagai sarana dan mekanisme untuk membenahi permasalahan tersebut. Kendala dalam penanganan tindak pidana Pemilu serta menemukan basis argumentasi yang ideal untuk digunakan sebagai perbaikan terhadap penanganan tindak pidana Pemilu. Penanganan pelanggaran tindak pidana Pemilu saat ini dipengaruhi oleh problematika subtansi dan struktur. Dari sisi substansi, terdapat beberapa pasal yang mengatur Unsur-unsur yang sulit dibuktikan semisal pasal terkait politik uang, mahar politik, dan kampanye luar jadwal, sedangkan dari sisi struktur, keberadaan sentra penegakan hukum terpadu cenderung saling berbeda pandangan dalam proses penanganan pelanggaran tindak pidana Pemilu, yang berdampak pada tidak dilanjutkanya penanganan pelanggaran tindak pidana Pemilu. Di samping itu pula, dalam terjadi pergantian personil penyidik dan penuntut di saat proses penanganan pelanggaran tengah berjalan. Penelitian ini merupakan penelitian normatif. Adapun hasil penelitian memberikan gambaran yakni redesain terhadap penanganan pelanggaran tindak pidana Pemilu dilakukan dengan dua pendekatan yakni pertama, Pasal 492, Pasal 494, Pasal 495 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 513, Pasal 515, Pasal 518, Pasal 545. Kedua, redesain terhadap penanganan tindak pidana Pemilu melalui dengan memberlakukan konsep ketentuan Pasal 486 ayat (2) dan ayat (4) secara tegas pada pola penanganan tindak pidana Pemilu oleh Sentra Gakkumdu dengan menempatkan rentang kendali penghentian proses penyidikan dan penuntutan melalui instrument hukum yang dikeluarkan oleh Bawaslu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer