Jumat, 30 September 2022

Penuhi Permintaan Kapolri, Sejumlah Advokat Serahkan Novum Baru Kasus KM 50



 Tim advokasi KM 50 menyambangi Mabes Polri untuk menyerahkan novum alias bukti baru kasus tewasnya enam laskar FPI pengawal Habib Rizieq Shihab.

Hal ini sekaligus menjawab tantangan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ketika rapat kerja bersama dengan komisi III DPR pada Rabu 24 Agustus 2022 yang lalu.

“Untuk menindaklanjuti pernyataan Kapolri ini, sejumlah advokat yang terhimpun dalam 'Tim Advokasi Peristiwa KM 50' mendatangi Mabes Polri dan menyerahkan sejumlah novum (bukti baru), pada Selasa (20/9),” kata salah satu perwakilan tim advokasi peristiwa KM 50 dalam video yang diunggah akun Youtube Ahmad Khozinudin dilihat Kamis (22/9).

Mereka menyampaikan, dalam kasus KM 50 setidaknya terdapat tiga pintu untuk menemukan novum alias bukti baru, yaitu buku putih, putusan Habib Rizieq dan melakukan audit terhadap Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Polri.

“Peristiwa sesungguhnya adalah adanya pelanggaran HAM berat, yang harus diadili dengan UU No 26/2000 tentang pengadilan HAM, sebagaimana kesimpulan dan tuntutan yang termuat dalam Buku Putih (novum),” tulis keterangan dalam unggahan Youtube itu.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya menyampaikan bahwa, tewasnya enam laskar FPI di tol Jakarta-Cikampek KM 50 berpeluang bakal dibuka kembali kasusnya jika ada novum alias bukti baru.

Terkait dengan KM 50, ini juga saat ini juga sudah berproses di pengadilan, memang sudah ada keputusan dan kita lihat juga Jaksa saat ini sedang mengajukan banding terhadap kasus tersebut. Sehingga tentunya kami juga menunggu, namun demikian apabila ada novum baru tentunya kami akan juga memproses,” kata Kapolri saat itu.

Hal tersebut disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada wartawan usai melakukan rapat dengar pendapat (RDP) bersama komisi III DPR RI, Rabu (24/8).


Mengenal beberapa asas dalam Hukum Acara Perdata

Hukum acara perdata merupakan rangkaian peraturan-peraturan hukum formil yang digunakan untuk mempertahankan keberlangsungan hukum perdata materiil dalam hal adanya tuntutan hak. Adapun hukum perdata materiil yang dimaksud meliputi segala peraturan perundang-undangan yang mengatur kepentingan antarwarga negara perseorangan yang satu dengan warga perseorangan yang lain. Hukum formil tersebut merupakan peraturan hukum yang berisi ketentuan untuk menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. Selain itu, hukum acara perdata juga mengatur tata cara mengajukan tuntutan hak, memeriksa, memutuskan dan melaksanakan putusan.



Adapun dalam hukum acara perdata terdapat beberapa asas yang berlaku yaitu: 1) hakim bersifat menunggu, 2) hakim pasif, 3) sifat terbukanya persidangan, 4) mendengar kedua belah pihak, 5) putusan harus disertai alasan-alasan, 6) beracara dikenakan biaya dan 7) tidak ada keharusan mewakilkan. Asas yang pertama, hakim bersifat menunggu, berarti bahwa segala ajuan tuntutan hak sepenuhnya diserahkan pada pihak yang berkepentingan. Apabila tidak ada tuntutan hak atau penuntutan, maka tidak ada hakim yang mengurus perkara (Wo kein Klager ist, ist kein Richter; nemo judex sine actore). Berikutnya, dalam memeriksa perkara, hakim harus bersikap pasif yang artinya adalah ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan ditentukan oleh para pihak yang berperkara, bukan oleh hakim. Hal ini merupakan ketentuan yang diharuskan dalam asas hakim pasif. Asas hakim pasif juga dikenal sebagai asas ultra petita non cognoscitur yang menghendaki hakim untuk hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan padanya. Dengan kata lain, hakim hanya menentukan hal-hal yang diajukan dan dibuktikan para pihak, sehingga hakim dilarang menambah maupun memberikan lebih dari yang diminta para pihak.[5] Sebagai contoh, apabila hakim ditugaskan dengan suatu kasus Wanprestasi yang ternyata disertai penipuan, hakim tersebut hanya diperkenankan mengadili perkara Wanprestasinya saja. Selain itu, persidangan yang dilaksanakan juga harus terbuka untuk umum, sehingga setiap orang diperbolehkan untuk hadir dan mendengarkan pemeriksaan di persidangan. Adapun keterbukaan yang dimaksud dalam asas tersebut dilakukan guna memberi perlindungan hak-hak asasi manusia dalam peradilan dan menjamin objektivitas agar hakim bersikap adil serta tidak memihak.

Selanjutnya, hakim dalam beracara perdata juga harus memperlakukan para pihak dengan sama, tidak memihak dan mendengarkan mereka bersama-sama. Adapun alur gugatan dalam persidangan meliputi beberapa tahap yaitu: 1) pembacaan gugatan, 2) jawaban, 3) replik oleh penggugat dan 4) replik dari tergugat.[7] Asas ini juga dikenal dengan asas audi et alteram partem yang berarti hakim harus mendengar dan memberikan kesempatan yang sama kepada para pihak dalam menyampaikan informasi dan keterangan.[8]Hal ini didukung dengan adanya Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi:

"Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.”

Selain itu, putusan yang diberikan hakim juga harus memuat alasan-alasan sebagai dasar untuk mengadili agar menjadi pertanggungjawaban hakim pada putusannya terhadap para pihak, masyarakat, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hukum.Terlebih lagi, dalam hukum acara perdata, berperkara juga akan dikenakan biaya kepaniteraan, panggilan, pemberitahuan dan material. Bahkan, jika pihak yang sedang berperkara meminta bantuan pengacara, pihak tersebut juga harus mengeluarkan biaya untuk jasa pengacaranya. Terakhir, hukum tidak mewajibkan para pihak untuk mewakili perkaranya kepada orang lain. Artinya, setiap orang yang berkepentingan dapat melewati dan menjalani pemeriksaan di persidangan secara langsung. Hal tersebut dapat mempermudah hakim untuk mengetahui lebih jelas perkara yang sedang diperiksa. Akan tetapi, seorang wakil juga dapat bermanfaat bagi hakim dalam persidangan karena mereka dianggap beritikad baik dalam memberikan bantuan dan tahu akan hukum jika wakilnya adalah sarjana hukum. Dengan kata lain, seorang wakil dapat memperlancar jalannya peradilan hukum.

Sebagai kesimpulan, hukum acara perdata merupakan hukum formil yang menjamin berjalannya hukum perdata materiil. Adapun dalam beracara perdata, terdapat asas-asas yang berfungsi sebagai pedoman untuk membantu seluruh kegiatan dan pelaksanaan acara perdata dalam persidangan. Asas-asas tersebut juga dapat membantu memberikan perlindungan hukum, transparansi dan keadilan bagi pihak-pihak yang berperkara maupun masyarakat.

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5076).

Rabu, 14 September 2022

Penerapan Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan serta Asas memberikan Keadilan pada Pencari Keadilan dalam menyelesaikan Perkara

 


Hukum menurut Van Apeldoorn adalah bahwa hukum itu sering disamakan dengan undang-undang; bagi masyarakat,hukum adalah sederetan pasal-pasal, dan cara pandangini menyesatkan karena kita tidak melihat hukum di dalamUndang-Undang, akan tetapi di dalamnya terlihat sesuatutentang hukum, karena apa yang terlihat di dalam Undang-Undang, pada umumnya (tidak selamanya) hukum.

Van Apeldoorn tidak hanya melihat konsep hukum itu tampak pada sifat jabatan seorang hakim, yaitu mengatur dan memaksa, tetapi konsep hukum senantiasa berkembang,bergerak karena pengadilan selalu membentuk hukum baru. Kalimat terakhir inilah menunjukkan bahwa Van Apeldoorn mengakui putusan pengadilan sebagai sumber hukum selain Undang-Undang.Sebagai putusan pengadilan yang menjadi sumber hukummaka perlu memberikan keadilan dalam bentuk putusan yangseadil-adilnya pada pencari keadilan dan menerapkan asassederhana, cepat dan biaya ringan dalam proses penyelesaian perkara di PA. Sistem kekuasaan kehakiman Indonesia ber-dasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 telahmengakui pandangan aliran Sociological Jurisprudence,terbukti dengan dimasukannya ketentuan pasal 5 ayat (1) yangberbunyi sebagai berikut :“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti,dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan

Makna, fungsi dan peranan hakim yang dikehendaki oleh Undang-Undang adalah legislator’s judge.

Aspeksosiologis mengandung makna bahwa hakim harus peka dan tanggap terhadap nilai keadilan yang berkembang dalammasyarakat. Aspek teleologis mengandung makna bahwahakim harus memahami tujuan pembentukan suatu Undang-Undang dan tujuan umum dari hukum yaitu memelihara ketertiban, kepastian hukum dan keadilan serta kemanfaatan dalam satu rangkaian sistematis yang sepatutnya tercermin di dalam putusan pengadilan. Sedangkan aspek yuridis mengandung makna dasar putusan hakim harus diletakkanPada Undang-Undang (hukum tertulis). Keempat aspek yangterkandung dalam Pasal 5 di atas perlu dipahami oleh hakim untuk mencapai cara berpikir paripurna dalam memeriksa dan memutus suatu perkara.Hakim dalam tugasnya menerima, memeriksa, menye-lesaikan dan memutus perkara hendaknya berpijak padanilai-nilai kebenaran dan keadilan serta menjunjung tinggiasas peradilan yaitu asas sederhana, cepat dan biaya ringan.Penerapan asas tersebut sangat penting untuk diperhatikansebagai bentuk pertanggungjawaban hukum dalam keduduk-annya sebagai penegak hukum dalam memberikan rasa keadilan pada pencari keadilan.Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dewasa ini masyarakat sebagai pencari keadilan untuk mencapai keadilan di lembaga peradilan tidak ditemukan. Keadilan hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang ‘berduit dan memiliki ke-kuasaan. Proses peradilan yang katanya menjunjung tinggi asas sederhana, cepat dan biaya ringan hanyalah menjadi symbol,slogan dan bingkai peradilan yang sering dikumandangkanoleh penegak hukum. Akan tetapi dalam kenyataannya, proses pelayanan dan penyelesaian perkara membutuhkan waktu danbiaya yang sulit dijangkau oleh masyarakat. Bahkan mereka yang tidak mampu perkaranya bisa diterima di Pengadilandengan ketentuan/syarat membawa surat keterangan tidakmampu dari lurah. Itupun membutuhkan biaya.Peradilan sebagai tempat untuk mencari keadilan dan yangmenjunjung tinggi asas sederhana, cepat dan biaya ringansulit untuk ditemukan di PA. Hal ini pernah peneliti temukandi lapangan ketika berkunjung ke Pengadilan Agama, peneliti menanyakan waktu sidang kepada pihak yang berperkara.Mereka mengatakan bahwa sidangnya ditunda sampai jam sekian. Ternyata waktu sidang yang ditentukan oleh majelishakim yang menyidangkan suatu perkara sering ditunda/molor. Hal ini pula yang menjadi penyebab kurangnya advokat mau memberikan jasa hukumnya di PA karena tidak adanya sikap konsisten waktu dan pelayanan yang berbelit-belit. Oleh karena itu, untuk mewujudkan peradilan yang sederhana,cepat dan biaya ringan dan menjunjung tinggi asas keadilanmaka dibutuhkan sebuah reformasi penyelesaian perkara yang efektif dan efisien serta menjadikan lembaga peradilan sebagai lembaga yang melayani masyarakat bukannya lembaga yang mau dilayani.

Entri Populer